Ardhiana
Noer Haq (20210984)
Diane
Khatrin Triasih (21210981)
Netti
Ana Rachmayati
(24210944)
Nur
Amelia (25210114)
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Bank
sebagai lembaga keuangan, disamping memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran dan peredaran uang, usaha pokok bisnisnya adalah memberikan
pelayanan kredit kepada para nasabahnya.
Sejak
terjadinya Paket Juni ’83 pada masa perkembangan industri perbankan, yaitu
perbankan menghapus pagu kredit, menentukan sendiri suku bunga dalam rangka
meningkatkan mobilisasi dana dari masyarakat, dan mengurangi
ketergantungan dari BI, bank dari berbagai jenis kepemilikannya dapat
memberikan keleluasaan kredit kepada nasabahnya. Sehingga masyarakat berbondong
– bondong mendatangi bank dengan harapan mendapat pinjaman modal untuk
membangun usaha atau bisnis, ataupun meningkatkan usaha yang sudah ada.
Setelah
kredit yang merajalela di masyarakat khususnya di lingkungan pengusaha menengah
ke atas, banyak bank yang menyimpang dari aturan dalam pemberian kredit karena
persaingan yang ketat dalam penarikan nasabah. Selain itu banyak kelalaian yang
dilakukan bank dalam menganalisis pemberian kredit, dan pemberian jumlah
pinjaman yang tidak sesuai dengan kemampuan nasabah bank, sehingga terjadilah
kredit macet pada nasabah.
Dengan
demikian diperlukan cara penyelesaian kredit macet yang akan dibahas dalam
makalah ini.
B. Rumusan
Masalah
Dengan
melihat latar belakang di atas, maka timbul masalah sebagai berikut :
1. Apa
yang dimaksud dengan kredit macet?
2. Faktor
– faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya kredit macet?
3. Bagaimana
cara penyelesaian kredit macet?
C. Tujuan
Penulisan
Adapun
tujuan penulisan dari makalah ini adalah :
1. Mengetahui
apa yang dimaksud kredit macet.
2. Mengetahui
faktor – faktor penyebab kredit macet.
3. Mengetahui
bagaimana cara penyelesaian kredit macet.
D. Manfaat
Penulisan
Makalah
ini diharapkan dapat memberi manfaat berupa :
1. Pengetahuan
tentang kredit macet dan penyelesaiannya.
2. Wawasan
dan pengalaman dalam penyusunan makalah.
3. Bahan
wacana bagi para pembaca.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Umum Kredit
Dalam
UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan, disebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Sampai
saat ini pendapatan bunga sebagai hasil dari pemberian kredit, masih merupakan kontribusi
terbesar pada pendapatan bank secara keseluruhan, baik bank-bank di Indonesia
maupun kebanyakan bank-bank di dunia. Berdasarkan statistik Bank Indonesia
bulan Juni 1992, 80% dari total aset perbankan Indonesia adalah berupa kredit
yang disalurkan baik kepada sektor perdagangan maupun industri. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa penyaluran kredit merupakan kegiatan utama suatu bank. Di
lain pihak, penyaluran kredit mengandung resiko bisnis terbesar dalam dunia
perbankan. Oleh karena itu, pengelolaan kredit merupakan kegiatan yang sangat
penting untuk diperhatikan oleh setiap bank.
B. Pengertan
Kredit Macet
Dalam
paket kebijakan deregulasi bulan Mei tahun 1993 (PAKMEI 1993), di Indonesia
dikenal dua golongan kredit bank, yaitu kredit lancar dan kredit bermasalah. Di
mana kredit bermasalah digolongkan menjadi tiga, yaitu kredit kurang lancar,
kredit diragukan, dan kredit macet. Kredit macet inilah yang sangat
dikhawatirkan oleh setiap bank, karena akan mengganggu kondisi keuangan bank,
bahkan dapat mengakibatkan berhentinya kegiatan usaha bank.
Kredit
macet atau problem loan adalah kredit yang mengalami kesulitan pelunasan akibat
adanya faktor-faktor atau unsur kesengajaan atau karena kondisi di luar
kemampuan debitur. (Siamat, 1993, hal: 220).
Suatu
kredit digolongkan ke dalam kredit macet bilamana: (Sutojo, 1997, hal: 331)
1.
Tidak dapat memenuhi kriteria kredit
lancar, kredit kurang lancar dan kredit diragukan; atau
2.
Dapat memenuhi kriteria kredit
diragukan, tetapi setelah jangka waktu 21 bulan semenjak masa penggolongan
kredit diragukan, belum terjadi pelunasan pinjaman, atau usaha penyelamatan
kredit; atau
3.
Penyelesaian pembayaran kembali kredit
yang bersangkutan, telah diserahkan kepada pengadilan negeri atau Badan Urusan
Piutang Negara (BUPN), atau telah diajukan permintaan ganti rugi kepada
perusahaan asuransi kredit.
C. Faktor
– faktor Penyebab Munculnya Kredit Macet
Munculnya
kredit bermasalah termasuk di dalamnya kredit macet, pada dasarnya tidak
terjadi secara tiba-tiba, melainkan melalui suatu proses. Terjadinya kredit
macet dapat disebabkan baik oleh pihak kreditur (bank) maupun debitur.
Faktor-faktor penyebab yang merupakan kesalahan pihak kreditur adalah:
1.
Keteledoran bank mematuhi peraturan
pemberian kredit yang telah digariskan;
2.
Terlalu mudah memberikan kredit, yang
disebabkan karena tidak ada patokan yang jelas tentang standar kelayakan
permintaan kredit yang diajukan;
3.
Konsentrasi dana kredit pada sekelompok
debitur atau sektor usaha yang beresiko tinggi;
4.
Kurang memadainya jumlah eksekutif dan
staf bagian kredit yang berpengalaman;
5.
Lemahnya bimbingan dan pengawasan
pimpinan kepada para eksekutif dan staf bagian kredit;
6.
Jumlah pemberian kredit yang melampaui
batas kemampuan bank;
7.
Lemahnya kemampuan bank mendeteksi
kemungkinan timbulnya kredit bermasalah, termasuk mendeteksi arah perkembangan
arus kas (cash flow) debitur lama.
8.
Tidak mampu bersaing, sehingga terpaksa
menerima debitur yang kurang bermutu. (Sutojo, 1999, hal: 216)
Sedang
faktor-faktor penyebab kredit macet yang diakibatkan karena kesalahan pihak
debitur antara lain:
1.
Menurunnya kondisi usaha bisnis
perusahaan, yang disebabkan merosotnya kondisi ekonomi umum dan/atau bidang
usaha dimana mereka beroperasi;
2.
Adanya salah urus dalam pengelolaan
usaha bisnis perusahaan, atau karena kurang berpengalaman dalam bidang usaha
yang mereka tangani;
3.
Problem keluarga, misalnya perceraian,
kematian, sakit yang berkepanjangan, atau pemborosan dana oleh salah satu atau
beberapa orang anggota keluarga debitur;
4.
Kegagalan debitur pada bidang usaha atau
perusahaan mereka yang lain;
5.
Kesulitan likuiditas keuangan yang
serius;
6.
Munculnya kejadian di luar kekuasaan
debitur, misalnya perang dan bencana alam;
7.
Watak buruk debitur (yang dari semula
memang telah merencanakan tidak akan mengembalikan kredit). (Sutojo, 1999, hal:
334)
D.
Contoh Kasus
Seorang akuntan
publik yang membuat laporan keuangan perusahaan Raden Motor untuk mendapatkan
pinjaman modal senilai Rp 52 miliar dari BRI Cabang Jambi pada 2009, diduga
terlibat kasus korupsi dalam kredit macet. Hal ini terungkap setelah pihak
Kejati Jambi mengungkap kasus dugaan korupsi tersebut pada kredit macet untuk
pengembangan usaha di bidang otomotif tersebut. Fitri Susanti, kuasa hukum
tersangka Effendi Syam, pegawai BRI yang terlibat kasus itu, Selasa (18/5/2010)
mengatakan, setelah kliennya diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan
para saksi, terungkap ada dugaan kuat keterlibatan dari Biasa Sitepu sebagai
akuntan publik dalam kasus ini.
Hasil pemeriksaan dan konfrontir keterangan tersangka dengan saksi Biasa Sitepu terungkap ada kesalahan dalam laporan keuangan perusahaan Raden Motor dalam mengajukan pinjaman ke BRI. Ada empat kegiatan data laporan keuangan yang tidak dibuat dalam laporan tersebut oleh akuntan publik, sehingga terjadilah kesalahan dalam proses kredit dan ditemukan dugaan korupsinya. "Ada empat kegiatan laporan keuangan milik Raden Motor yang tidak masuk dalam laporan keuangan yang diajukan ke BRI, sehingga menjadi temuan dan kejanggalan pihak kejaksaan dalam mengungkap kasus kredit macet tersebut," tegas Fitri. Keterangan dan fakta tersebut terungkap setelah tersangka Effendi Syam diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan saksi Biasa Sitepu sebagai akuntan publik dalam kasus tersebut di Kejati Jambi.
Semestinya data laporan keuangan Raden Motor yang diajukan ke BRI saat itu harus lengkap, namun dalam laporan keuangan yang diberikan tersangka Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor ada data yang diduga tidak dibuat semestinya dan tidak lengkap oleh akuntan publik. Tersangka Effendi Syam melalui kuasa hukumnya berharap pihak penyidik Kejati Jambi dapat menjalankan pemeriksaan dan mengungkap kasus dengan adil dan menetapkan siapa saja yang juga terlibat dalam kasus kredit macet senilai Rp 52 miliar, sehingga terungkap kasus korupsinya. Sementara itu pihak penyidik Kejaksaan yang memeriksa kasus ini belum mau memberikan komentar banyak atas temuan keterangan hasil konfrontir tersangka Effendi Syam dengan saksi Biasa Sitepu sebagai akuntan publik tersebut.
Kasus kredit macet yang menjadi perkara tindak pidana korupsi itu terungkap setelah kejaksaan mendapatkan laporan adanya penyalahgunaan kredit yang diajukan tersangka Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor. Dalam kasus ini pihak Kejati Jambi baru menetapkan dua orang tersangka, pertama Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor yang mengajukan pinjaman dan tersangka Effedi Syam dari BRI yang saat itu menjabat sebagai pejabat penilai pengajuan kredit.
Hasil pemeriksaan dan konfrontir keterangan tersangka dengan saksi Biasa Sitepu terungkap ada kesalahan dalam laporan keuangan perusahaan Raden Motor dalam mengajukan pinjaman ke BRI. Ada empat kegiatan data laporan keuangan yang tidak dibuat dalam laporan tersebut oleh akuntan publik, sehingga terjadilah kesalahan dalam proses kredit dan ditemukan dugaan korupsinya. "Ada empat kegiatan laporan keuangan milik Raden Motor yang tidak masuk dalam laporan keuangan yang diajukan ke BRI, sehingga menjadi temuan dan kejanggalan pihak kejaksaan dalam mengungkap kasus kredit macet tersebut," tegas Fitri. Keterangan dan fakta tersebut terungkap setelah tersangka Effendi Syam diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan saksi Biasa Sitepu sebagai akuntan publik dalam kasus tersebut di Kejati Jambi.
Semestinya data laporan keuangan Raden Motor yang diajukan ke BRI saat itu harus lengkap, namun dalam laporan keuangan yang diberikan tersangka Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor ada data yang diduga tidak dibuat semestinya dan tidak lengkap oleh akuntan publik. Tersangka Effendi Syam melalui kuasa hukumnya berharap pihak penyidik Kejati Jambi dapat menjalankan pemeriksaan dan mengungkap kasus dengan adil dan menetapkan siapa saja yang juga terlibat dalam kasus kredit macet senilai Rp 52 miliar, sehingga terungkap kasus korupsinya. Sementara itu pihak penyidik Kejaksaan yang memeriksa kasus ini belum mau memberikan komentar banyak atas temuan keterangan hasil konfrontir tersangka Effendi Syam dengan saksi Biasa Sitepu sebagai akuntan publik tersebut.
Kasus kredit macet yang menjadi perkara tindak pidana korupsi itu terungkap setelah kejaksaan mendapatkan laporan adanya penyalahgunaan kredit yang diajukan tersangka Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor. Dalam kasus ini pihak Kejati Jambi baru menetapkan dua orang tersangka, pertama Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor yang mengajukan pinjaman dan tersangka Effedi Syam dari BRI yang saat itu menjabat sebagai pejabat penilai pengajuan kredit.
Jambi,- Kejaksaan Tinggi (Kejati)
Jambi dinilai bagaikan “Macan Ompong,” dalam menangani kasus Kredit macet BRI
Jambi, atas dana yang digunakan PT.RPL / UD (Raden Motor.) yang jatuh tempo sejak 14 April 2008. Hingga berita ini
diturunkan, belum juga berhasil menyeret siapa tersangkanya, hingga ke meja
hijau (Pengadilan.)
Awal mulanya UD Raden Motor
mengajukan permohonan pinjaman ke BRI Jambi dengan mengagunkan 36 item surat
berharga yang nilai likuiditasnya mencapai Rp100 miliar sebagai jaminan,
melakukan pinjaman sebesar Rp52 miliar dalam beberapa tahun. Pengajuan pinjaman
yang diajukan UD Raden Motor tersebut ditujukan untuk pengembangan usaha di
bidang otomotif seperti showroom jual beli mobil bekas dan perbengkelan mobil
atau otomotif.
Namun, Penggunaan kredit tersebut oleh PT RPL tidak sesuai
dengan peruntukan, sebagaimana pengajuan pinjamannya kepada BRI. Dari itu di
nilai ada penyimpangan, dan hingga jatuh tempo pada 14 April 2008. Dana
pinjaman kredit sekitar Rp 52 miliar itu tidak bisa dikembalikan oleh pihak PT
RPL/ UD Raden Motor.
Berkaitan dengan hal itu, UD Raden
Motor masih diberi jangka waktu selama satu tahun, untuk menjual asetnya, guna
melunasi hutang dengan BRI. Tetapi tidak dilakukan oleh Raden Motor. Akhirnya
Kejaksaan sempat mencium adanya pelanggaran tindak pidana korupsi dalam kasus
pemberian kredit itu, dan adanya indikasi pengalihan aset-aset milik PT RPL/UD
kepada orang lain, sehingga agunan atau jaminan yang ada di bank sudah dianggap
tidak sah lagi.
Akhirnya Kejati Jambi minta keterangan beberapa pihak
termasuk ZM (Zein Muhamad )dan beberapa orang dari BRI Jambi, penyidik
menemukan bahwa ada kredit yang cair dipergunakan untuk kepentingan lain,
seperti bidang usaha properti. Sebagaimana dikatakan Asisten Tindak pidana
khusus (Aspidsus) Kejati Jambi, Andi Herman, pada waktu itu Rabu (14/4- 2010)
mengatakan, pihaknya telah menaikkan status kasus dugaan kredit macet senilai
Rp52 miliar di BRI Cabang Jambi yang diberikan kepada PT Raden Motor, ke tahap penyidikan.
Dikatakan, adanya dugaan kesalahan prosedur dalam pemberikan
kredit sehingga ditemukan kerugian negara senilai Rp52 miliar. Kemudian dalam
prosedur dan tahapannya pengajuan permohonan kredit itu peruntukannya juga
disalahgunakan oleh penerima kredit Raden Motor, sehingga dalam kasus ini ada
dugaan kuat telah terjadi konspirasi atau kerja sama antara BRI Cabang Jambi
dengan Raden Motor. Pihak intelejen Kejati Jambi menetapkan pelanggaran
terhadap kasus ini sesuai dengan UU No.31 tahun 1999 sebagaimana diubah dalam
UU No.20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi.
Berkaitan dengan hal itu, Kamis (6
Mei 2010,)pemeriksaan pertama kalinya untuk tersangka Effndi Syam (ES), pegawai
BRI Jambi tidak bisa dilakukan karena alasan sakit, dan pemeriksaan dilanjutkan
pada mendatang dengan agenda pemeriksaaan sebagai tersangka,” tegas Soleh.
Secara resmi memang ada surat pernyataan sakit dari dokter atas nama Effendi
Syam yang diantarkan langsung oleh kuasa hukumnya kepada tim penyidik
kejaksaaan tinggi Jambi.
Sedangkan untuk pemeriksaan terhadap
tersangka lainnya yakni Zein Muhammad (ZM) Pimpinan Perusahaan Raden Motor,
sebagai penerima dan pengguna kucuran kredit dari BRI Cabang Jambi, belum bisa
dipastikan kehadirannya. Kedua orang itu telah ditetapkan menjadi tersangka,
terkait kasus tindak pidana korupsi, berdasarkan bukti-bukti permulaan yang
didapati kejaksaan dalam penyidikan.
Diduga karena lambannya dalam proses hukum, sehingga Forum
Bersama 9 LSM (Forbes) Jambi melakukan unjukrasa di depan BRI Cabang Jambi,
menuntut transparansi pengusutan kasus kredit macet sebesar Rp 52 Miliar oleh
PT RPL (Reden Motor) usaha jual beli mobil bekas. Demo tersebut sempat membuat
aktifitas di BRI Cabang Jambi berhenti tidak melayani nasabah.. Koordinator
Forbes Jambi, Rudi Ardiyansyah pada waktu itu mengatakan dan menilai, kasus
kredit macet itu terkesan “dipetieskan” oleh Kejati Jambi. Penyelidikan kasus
ini sudah sejak akhir 2008 lalu. Namun hingga kini belum ada pihak BRI Cabang
Jambi menjadi tersangka.Menurut Forbes Jambi, agunan Reden Motor diketahui jauh
lebih kecil dibandingkan dengan kredit yang diajukan.Rudi juga mengauibahwa
pihaknya (Forbes) mendapat informasi pihak Reden Motor memberikan hadiah,
sejumlah mobil kepada pihak pejabat kredit di BRI Cabang Jambi guna memuluskan
kredit tersebut,”kata Suparman, koordinator lapangan Forbes Jambi.
Kepala bagian pemberian kredit BRI Cabang Jambi, Robyansyah
pada saat itu menerima LSM Forbes Jambi mengatakan, kasus kredit macet tersebut
telah diusut oleh pihak Kejati Jambi dan kini proses hukumnya masih berjalan.
Menurutnya, pejabat pemberian kredit BRI Cabang Jambi saat itu Es, yang saat
sudah bertugas di Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan, sudah diperiksa
penyidik Kejati Jambi. Penyidik intelijen Kejati Jambi terakhir memeriksa saksi
ahli adalah Direktur Utama PT RPL Zien Muhammad, mantan account officer (AO)
BRI cabang Jambi Effendi Siam, dan akuntan publik Biasa Sitepu yang saat ini
tidak ditahan. Untuk mengetahui prosedur dan kesalahan dalam masalah pemberian
kredit dari BRI ke Raden Motor. Menurut keterangan yang dihimpun Wartawan Forum
Jambi “Saksi RD tidak mengetahui langsung masalah pencairan kredit tersebut
namun Es diperiksa memang mengetahui pasti masalah kredit tersebut karena masih
menjabat waktu pemberian kredit untuk Raden Motor.
Ada
empat kegiatan data laporan keuangan yang tidak dibuat oleh akuntan publik,
sehingga terjadilah kesalahan dalam proses kredit dan ditemukan dugaan
korupsinya. Keterangan dan fakta tersebut terungkap setelah tersangka Effendi
Syam diperiksa dan dikonfrontir dengan saksi Biasa Sitepu sebagai akuntan
publik di Kejati Jambi. Semestinya data laporan keuangan Raden Motor yang
diajukan ke BRI saat itu harus lengkap, namun dalam laporan keuangan yang
diberikan tersangka Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor , tidak dibuat
oleh akuntan publik.
Tersangka Effendi Syam melalui kuasa hukumnya berharap pihak
penyidik Kejati Jambi dapat menjalankan pemeriksaan dan mengungkap kasus
tersebut dengan adil dan menetapkan siapa saja yang juga terlibat dalam kasus
kredit macet senilai Rp 52 miliar, sehingga terungkap kasus korupsinya. Dalam
kasus diatas, akuntan publik diduga kuat terlibat dalam kasus korupsi dalam
kredit macet untuk pengembangan usaha Perusahaan Raden Motor.
Hal ini dapat dilihat dari keterlibatan akuntan public yang
di anggap lalai dalam pembuatan laporan keuangan perusahaan, Ia tidak membuat
empat kegiatan data laporan keuangan milik Raden Motor yang seharusnya ada
dalam laporan keuangan yang diajukan ke BRI sebagai pihak pemberi pinjaman
sehingga menimbulkan dugaan korupsi. Fitri Susanti, kuasa hukum tersangka
Effendi Syam, pegawai BRI yang terlibat kasus itu. Selasa (18/5/2010)
mengatakan, setelah kliennya diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan
para saksi, terungkap ada dugaan kuat keterlibatan dari Biasa Sitepu sebagai
akuntan publik dalam kasus ini.
Hasil pemeriksaan dan konfrontir keterangan tersangka dengan
saksi Biasa Sitepu terungkap ada kesalahan dalam laporan keuangan perusahaan
Raden Motor dalam mengajukan pinjaman ke BRI. Dalam kasus ini, seorang akuntan
publik (Biasa Sitepu) dituduh melanggar prinsip kode etik yang ditetapkan oleh
KAP ( Kantor Akuntan Publik ). Biasa Sitepu telah melanggar beberapa prinsip
kode etik diantaranya yaitu :
§
Pertama. Prinsip
tanggung jawab : Dalam melaksanakan tugasnya dia (Biasa Sitepu) tidak
mempertimbangkan moral dan profesionalismenya sebagai seorang akuntan sehingga
dapat menimbulkan berbagai kecurangan dan membuat ketidakpercayaan terhadap
masyarakat.
§
Kedua. Prinsip
integritas : Awalnya dia tidak mengakui kecurangan yang dia lakukan hingga
akhirnya diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan para saksi. Ketiga,
Prinsip obyektivitas : Dia telah bersikap tidak jujur, mudah dipengaruhi oleh
pihak lain. Ke-Empat, Prinsip perilaku profesional : Dia tidak konsisten dalam
menjalankan tugasnya sebagai akuntan publik telah melanggar etika profesi.
Ke-Lima, Prinsip standar teknis : Dia tidak mengikuti undang-undang yang
berlaku sehingga tidak menunjukkan sikap profesionalnya sesuai standar teknis
dan standar profesional yang relevan.
Kepala
KPKLN (Kantor Pelayanan Kekayaan Lelang Lelang Negara) Jambi, Indra Safri
mengatakan, Pelelangan yang dilakukan oleh perbankan, melibatkan KPKLN untuk
selanjutnya diumumkan akan adanya pelelangan itu di media massa. Indra juga
menilai, apa yang dilakukan perbankan terhadap agunan debitur itu juga sebagai
syok terapi. “Pengumuman lelang itu bisa jadi syok terapi untuk nasabah yang
nunggak. Kadang belum sempat dilelang, agunan itu sudah ditebus duluan,”
ujarnya kepada wartawan.
Di KPKLN Jambi, dalam setahun ada sekira 200 permintaan lelang. Dari jumlah itu 50 persennya berasal dari perbankan ,termasuk di antaranya bank swasata. “Tapi tidak semua agunan yang dilelang laku. 10 persen agunan yang laku itu sudah bisa dikatakan bagus,” tuturnya didampingi salah seorang kepala seksi KPKLN Jambi, Artha. Dia menilai, banyak faktor yang membuat recovery rate lelang tinggi. Misalnya, lokasi agunan strategis. Ini akan membuat debitur yang asetnya dilelang berupaya bagaimana agunannya tak lepas, sementara peserta lelang juga berupaya mendapatkannya.
Di KPKLN Jambi, dalam setahun ada sekira 200 permintaan lelang. Dari jumlah itu 50 persennya berasal dari perbankan ,termasuk di antaranya bank swasata. “Tapi tidak semua agunan yang dilelang laku. 10 persen agunan yang laku itu sudah bisa dikatakan bagus,” tuturnya didampingi salah seorang kepala seksi KPKLN Jambi, Artha. Dia menilai, banyak faktor yang membuat recovery rate lelang tinggi. Misalnya, lokasi agunan strategis. Ini akan membuat debitur yang asetnya dilelang berupaya bagaimana agunannya tak lepas, sementara peserta lelang juga berupaya mendapatkannya.
Melelang
agunan debitur yang kreditnya macet menjadi pilihan perbankan. Itu menjadi
salah satu cara untuk menekan angka Non Performing Loan (NPL) atau kredit
macet. Tidak sedikit, nasabah yang kreditnya macet agunannya berakhir pada
pelelangan. Alasan perbankan melelang agunan itu untuk menutupi utang dari
debitur kepada bank.
Dalam
lelang, yang dicari tentu adalah harga yang tertinggi. Tetapi tidak semua uang
hasil lelang masuk ke bank. Ambil contoh, utang debitur kepada bank sebesar Rp
100 juta, sementara agunan terjual Rp 120 juta. Maka, kelebihan Rp 20 juta
dikembalikan kepada nasabah.
“Adanya pelelangan ini sangat efektif untuk menekankan angka kredit di perbankan. “Katanya menegaskan.
“Adanya pelelangan ini sangat efektif untuk menekankan angka kredit di perbankan. “Katanya menegaskan.
Pemimpin
BRI Cabang Jambi, pada waktu itu Jannus Siagian mengatakan hal senada. BRI
memilih melakukan pelelangan untuk menekankan angka kredit macet. Itu merupakan
sudah ketentuan bahwa, apabila nasabah tidak sanggup membayar utang, aset yang diagunkan
akan dilelang. (Djohan.)
Dalam kasus
ini, seorang akuntan publik (Biasa Sitepu) sudah melanggar prinsip kode etik
yang ditetapkan oleh KAP ( Kantor Akuntan Publik ). Biasa Sitepu telah
melanggar beberapa prinsip kode etik diantaranya yaitu :
1. Prinsip
tanggung jawab : Dalam melaksanakan tugasnya dia (Biasa Sitepu) tidak
mempertimbangkan moral dan profesionalismenya sebagai seorang akuntan sehingga
dapat menimbulkan berbagai kecurangan dan membuat ketidakpercayaan terhadap
masyarakat.
2. Prinsip
integritas : Awalnya dia tidak mengakui kecurangan yang dia lakukan hingga
akhirnya diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan para saksi.
3. Prinsip
obyektivitas : Dia telah bersikap tidak jujur, mudah dipengaruhi oleh pihak
lain.
4. Prinsip
perilaku profesional : Dia tidak konsisten dalam menjalankan tugasnya sebagai
akuntan publik telah melanggar etika profesi.
5. Prinsip
standar teknis : Dia tidak mengikuti undang-undang yang berlaku sehingga tidak
menunjukkan sikap profesionalnya sesuai standar teknis dan standar profesional
yang relevan.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kredit
macet atau problem loan adalah kredit yang mengalami kesulitan pelunasan akibat
adanya faktor-faktor atau unsur kesengajaan atau karena kondisi di luar kemampuan
debitur.
Faktor
– faktor penyebab dari kredit macet itu sendiri dapat disebabkan oleh pihak
kreditur (bank) ataupun debitur (nasabah). Kesalahan dari pihak kreditur
seperti : keteledoran bank mematuhi peraturan pemberian kredit yang
telah digariskan; terlalu mudah memberikan kredit, yang disebabkan karena tidak
ada patokan yang jelas tentang standar kelayakan permintaan kredit yang
diajukan; konsentrasi dana kredit pada sekelompok debitur atau sektor usaha
yang beresiko tinggi; dan lain – lain. Sedangkan faktor yang disebabkan
oleh debitur diantaranya : menurunnya kondisi usaha bisnis perusahaan,
yang disebabkan merosotnya kondisi ekonomi umum dan/atau bidang usaha dimana
mereka beroperasi; adanya salah urus dalam pengelolaan usaha bisnis perusahaan,
atau karena kurang berpengalaman dalam bidang usaha yang mereka tangani;
problem keluarga, misalnya perceraian, kematian, sakit yang berkepanjangan,
atau pemborosan dana oleh salah satu atau beberapa orang anggota keluarga
debitur; dan sebagainya.
Untuk
menyelesaikan dan menyelamatkan kredit yang dikategorikan macet, dapat ditempuh
usaha-usaha sebagai berikut :
1. Rescheduling
(Penjadwalan Ulang)
2. Reconditioning
(Persyaratan Ulang)
3. Restructuring
(Penataan Ulang)
4. Liquidation
(Liquidasi)
B. Saran
Dengan
adanya pengalaman perbankan dalam masalah perkreditan diantaranya kredit macet,
bank sebaiknya lebih hati – hati dan selektif dalam pemberian kredit kepada
nasabah, dan disertai pengamatan jaminan kredit yang sesuai dari nasabah
agar dapat meminimalisasi adanya kredit macet dan menghindarkan bank
dari kepailitan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar